Pendahuluan
Keberhasilan pelayanan rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh kecepatan diagnosis atau kecanggihan alat, melainkan oleh sinergi antarprofesi. Ketika seorang dokter menulis rencana terapi, perawat memantau respon pasien, apoteker meninjau interaksi obat, dan ahli gizi menyesuaikan kebutuhan nutrisi — seluruh rantai pelayanan itu baru bernilai bila didokumentasikan secara terintegrasi. Di sinilah Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) memegang peran sentral. Ia adalah urat nadi komunikasi antarprofesi, memastikan setiap tindakan tercatat, terbaca, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dokumentasi bukan sekadar menulis; ia adalah bahasa tanggung jawab.
Makna dan Fungsi CPPT
CPPT merupakan bagian dari rekam medis yang berisi catatan perkembangan pasien yang dibuat oleh semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan, menggunakan format SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Planning). CPPT sebelumnya, ditulis dalam selembar kertas yang dimasukkan ke dalam berkas rekam medis pasien. Tapi saat ini, CPPT dilakukan secara elektronik sehingga informasi medis pasien dapat diakses dengan aman dan akurat oleh PPA secara real-time.
Fungsi utamanya: menjamin kesinambungan asuhan pasien, meningkatkan koordinasi dan komunikasi antarprofesi, menjadi dasar audit dan bukti hukum, serta menyediakan data mutu pelayanan dan pembelajaran klinis.
Kekurangan CPPT Tradisional
Keterbatasan aksesibilitas
Kerentanan terhadap kerusakan atau kehilangan
Tidak dapat terintegrasi dengan sistem lain
Keterbatasan kapasitas penyimpanan
Kemungkinan terjadinya kesalahan
Keterbatasan kolaborasi tim medis
Kerusakan karena penggunaan berulang
Kesulitan dalam pemantauan dan analisis data
Manfaat CPPT elektronik
Integrasi data
Aksesibilitas dan mobilitas
Peningkatan keamanan data
Pengelolaan perawatan yang lebih baik
Pengurangan kesalahan medis
Pelaporan dan analisis yang lebih baik
Kolaborasi tim medis yang lebih baik
Peningkatan kecepatan pelayanan
Landasan Hukum dan Standar Akreditasi
Penerapan CPPT memiliki dasar hukum dan standar yang jelas:
- UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 388 ayat (3) mewajibkan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki rekam medis yang lengkap dan aman.
- Permenkes No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, Pasal 22, mengatur bahwa catatan perkembangan pasien wajib diisi oleh setiap tenaga kesehatan setelah memberikan pelayanan.
- Standar Akreditasi KARS dan STARKES menjadikan CPPT sebagai bukti koordinasi antarprofesi dalam elemen Asuhan Pasien (APK) dan Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM).
Siapa Saja yang Wajib Mengisi CPPT?
CPPT wajib diisi oleh seluruh Profesi Pemberi Asuhan (PPA), yaitu tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien. Di RSUD dr. M. Haulussy Ambon dan sesuai Permenkes 24/2022, yang termasuk PPA antara lain:
1. Dokter dan Dokter Gigi – mencatat hasil pemeriksaan, diagnosis, terapi, serta evaluasi klinis.
2. Perawat dan Bidan – menuliskan hasil pengkajian, intervensi, respon pasien, dan edukasi.
3. Apoteker – mencatat konseling obat, pemantauan efek samping, dan intervensi farmasi klinik.
4. Ahli Gizi – menuliskan hasil asesmen dan intervensi gizi dengan pendekatan ADIME (Assessment, Diagnosis, Intervention, Monitoring, Evaluation), lalu menyesuaikannya ke format SOAP agar profesi lain memahami konteks asuhan.
5. Fisioterapis, Okupasi Terapis, Terapis Wicara, Psikolog Klinis, dan Tenaga Penunjang Medis lainnya – mencatat jenis tindakan, respon, dan rekomendasi lanjutan.
Pelayanan rohaniawan tidak termasuk PPA karena bukan tenaga kesehatan berregistrasi, sehingga tidak mengisi CPPT. Namun hasil pendampingan spiritual dapat diinformasikan kepada tenaga medis bila relevan terhadap keputusan klinis atau psikososial pasien.
CPPT adalah bahasa bersama dari seluruh Profesi Pemberi Asuhan; di dalamnya tidak ada sekat profesi, hanya satu tujuan — keselamatan dan kesembuhan pasien.

Kesalahan Umum dalam Pengisian CPPT
Beberapa kesalahan yang masih sering ditemukan di lapangan antara lain:
1. Perawat hanya mencatat di lembar implementasi tanpa mengisi CPPT.
2. CPPT dianggap ringkasan akhir shift, bukan catatan real-time.
3. Pengisian dilakukan terlambat atau retrospektif.
4. Profesi non-medis tidak mengisi karena merasa tidak wajib.
5. Penggunaan singkatan tidak baku.
6. Catatan tanpa assessment dan planning.
Kesalahan ini dapat diperbaiki melalui pelatihan rutin, supervisi kepala unit, dan audit CPPT oleh Instalasi Rekam Medis dan Komite Mutu.
Hubungan CPPT dengan SBAR
Selain SOAP, rumah sakit kini mengintegrasikan SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) untuk meningkatkan komunikasi antarprofesi, terutama dalam serah terima pasien dan kondisi gawat. Contoh penerapan:
S: Kondisi terkini pasien (contoh: 'Pasien tampak sesak, SpO₂ 89%.').
B: Riwayat singkat ('Pasien COPD, baru ganti bronkodilator.').
A: Analisis klinis ('Kemungkinan eksaserbasi akut.').
R: Tindakan atau saran ('Konsultasi DPJP, observasi tiap 30 menit.').
Kombinasi SOAP + SBAR menghasilkan CPPT yang ringkas, fokus, dan komunikatif.
Peran Verifikasi dalam CPPT
Dalam Rekam Medis Elektronik (RME), setiap entri CPPT memiliki status draft dan final. Verifikasi dilakukan oleh tenaga berwenang seperti DPJP atau supervisor profesi untuk memastikan keabsahan catatan, menjaga integritas data, meningkatkan akuntabilitas antarprofesi, dan menjadi dasar validasi Resume Medis serta klaim BPJS.
Apakah CPPT Bisa Diedit Ulang dalam RME?
Catatan CPPT tidak boleh dihapus, namun dapat dikoreksi dengan catatan alasan yang jelas. Dalam sistem seperti SIMRS GOS di RSUD dr. M. Haulussy Ambon, setiap perubahan tercatat otomatis dalam audit trail (nama pengguna, waktu, dan isi sebelum koreksi). Prinsipnya: Kesalahan boleh diperbaiki, tetapi jejaknya harus abadi.
Hubungan CPPT dengan Resume Medis
Hubungan antara CPPT dan Resume Medis ibarat benih dan panen. CPPT adalah proses menabur data setiap kali tindakan atau pengamatan dilakukan. Setiap butir catatan adalah benih yang suatu saat akan dituai menjadi Resume Medis yang lengkap dan valid. Dengan prinsip hukum tabur tuai: Barang siapa menabur data dengan disiplin, akan menuai kemudahan saat menyusun resume medis, audit mutu, dan laporan klaim.
Resume Medis yang baik disusun berdasarkan CPPT yang telah diverifikasi, bukan semata ingatan DPJP. Semakin detail dan teratur CPPT ditulis, semakin mudah tenaga kesehatan dan rumah sakit menyusun data dukung pelayanan, termasuk bukti asuhan, klaim BPJS, dan pelaporan akreditasi.
Peran CPPT dalam Aspek Hukum
Dalam Hukum Perdata: CPPT merupakan alat bukti tertulis sesuai Pasal 1866 KUHPerdata. Dalam gugatan perdata, catatan ini menjadi dasar pembuktian tanggung jawab profesional.
Dalam Hukum Pidana: Dalam dugaan malpraktik, CPPT dapat menjadi barang bukti untuk menunjukkan ada atau tidaknya unsur kelalaian.
Ketidaklengkapan atau ketidakkonsistenan CPPT dapat dianggap bukti kelalaian administratif yang berdampak pidana. Apa yang tidak ditulis dianggap tidak dilakukan. CPPT menjadi pelindung utama tenaga kesehatan dari risiko hukum.
Peran Manajemen Rumah Sakit
Manajemen rumah sakit berperan strategis dalam menjamin mutu CPPT:
1. Menetapkan Pedoman dan SPO CPPT resmi.
2. Menyediakan format dan sarana seragam di semua unit.
3. Menyelenggarakan pelatihan lintas profesi.
4. Melakukan audit CPPT berkala.
5. Menetapkan indikator kepatuhan CPPT ≥ 95%.
6. Menjadikan kepatuhan pengisian CPPT sebagai indikator kinerja klinis.
CPPT dan Transformasi Digital
Dengan penerapan RME yang terintegrasi dengan SATUSEHAT, CPPT kini menjadi pusat data klinis rumah sakit. Keunggulannya: Akses real-time lintas profesi, audit trail otomatis, keamanan data melalui TTE (Tanda Tangan Elektronik), dan reduksi kesalahan. Namun keberhasilan RME bukan pada teknologinya, melainkan pada budaya dokumentasi yang disiplin dan jujur. Teknologi hanyalah pena; manusialah yang menulis maknanya.
Kesimpulan
CPPT adalah jantung komunikasi antarprofesi dan cermin profesionalisme pelayanan. Dengan pencatatan yang disiplin, verifikasi yang akurat, dan sistem digital yang transparan, rumah sakit membangun budaya mutu dan perlindungan hukum bagi seluruh tenaga kesehatan. Menulis di CPPT berarti menulis kisah kemanusiaan — kisah tanggung jawab, kerja sama, dan kasih yang tak lekang waktu.
CPPT bukanlah sekedar dokumen melainkan jembatan komunikasi antar PPA. Dan setiap PPA menulis satu bab dengan memastikan tidak ada bab yang terlewat, untuk menciptakan sebuah kisah perjalanan pasien secara utuh dan menyeluruh.
Referensi
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.
3. Standar Akreditasi Rumah Sakit KARS STARKES (2023).
4. Pedoman Rekam Medis Kementerian Kesehatan RI, 2023.
5. Panduan Penerapan RME (SATUSEHAT) Kemenkes RI, 2024.
*Penulis adalah Asesor Internal RSUD dr. M. Haulussy Ambon.
