hero-header

RSUD dr. M. Haulussy Ambon

Mitos dan Fakta Seputar Epilepsi di Indonesia: Suara dari Maluku dan Ambon

Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis) yang ditandai dengan kejang berulang akibat aktivitas listrik abnormal di otak. Meski ilmu kedokteran telah memahami kondisi ini secara ilmiah dan jutaan orang di seluruh dunia—termasuk di Indonesia—mengalaminya, berbagai mitos dan kepercayaan keliru masih berkembang di masyarakat, khususnya di daerah-daerah seperti Maluku dan Ambon. Mitos-mitos ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berdampak negatif terhadap penanganan medis, memperkuat stigma sosial, dan bahkan menyebabkan diskriminasi terhadap penderita epilepsi. Artikel ini mengulas beberapa mitos yang berkembang, serta fakta medis yang sebenarnya.


Mitos Umum di Masyarakat

  1. Epilepsi adalah penyakit menular.
    Fakta: Epilepsi sama sekali tidak menular. Ini adalah gangguan aktivitas listrik di otak yang tidak bisa ditularkan lewat sentuhan, udara, atau air liur.
  2. Epilepsi hanya terjadi pada anak-anak.
    Fakta: Epilepsi bisa dialami oleh siapa saja, dari bayi hingga lansia.
  3. Orang dengan epilepsi tidak bisa hidup normal.
    Fakta: Dengan pengobatan yang tepat, banyak penderita epilepsi bisa hidup produktif, bekerja, berkeluarga, dan beraktivitas seperti biasa.
  4. Epilepsi adalah gangguan karena kerasukan roh atau kutukan.
    Fakta: Epilepsi adalah kondisi medis. Penyebabnya bisa karena genetik, cedera otak, stroke, infeksi, atau kelainan struktural pada otak.
  5. Orang dengan epilepsi tidak bisa menikah.
    Fakta: Epilepsi bukan hambatan untuk menikah. Penderita epilepsi bisa menjalani kehidupan pernikahan yang sehat, bahagia, dan produktif. Epilepsi tidak otomatis menurun ke anak, dan perempuan dengan epilepsi bisa hamil dan melahirkan dengan pengawasan medis.

"Epilepsi bukan kutukan, bukan pula warisan malu—ia adalah kondisi medis yang butuh pemahaman, bukan penghakiman."


Beberapa Mitos Spesifik yang Berkembang di Maluku dan Ambon

Dalam konteks budaya lokal di Maluku, termasuk Ambon, masih ditemukan keyakinan bahwa kejang epilepsi berkaitan dengan kekuatan gaib atau gangguan supranatural. Di beberapa desa, penderita epilepsi dipercaya mengalami:

  • Kerasukan roh halus atau gangguan leluhur, yang dianggap datang akibat pelanggaran adat.

  • Kutukan keluarga atau dosa orang tua, yang menyebabkan anak mengalami kejang sejak kecil.

  • Energi “angin buruk” dalam tubuh, yang diyakini bisa dikeluarkan lewat ritual tradisional atau penyembuhan alternatif.

  • Malu atau aib keluarga, sehingga penderita disembunyikan dari lingkungan sosial dan tidak dibawa ke fasilitas kesehatan.

Salah satu kebiasaan lokal yang menonjol adalah keyakinan terhadap manfaat penyisiran rambut saat kejang berlangsung.


Mitos: Menyisir Rambut Saat Kejang Bisa Menyembuhkan Epilepsi

Dalam beberapa masyarakat di Ambon dan sekitarnya, saat seseorang mengalami kejang, anggota keluarga akan menyisir rambutnya dengan harapan kejang akan berhenti atau penderita akan “sembuh”. Menurut kepercayaan ini, rambut adalah “jalur roh” dan menyisirnya bisa membebaskan energi jahat atau “angin sakit”.

Namun, secara medis, menyisir rambut penderita kejang tidak memiliki efek apa pun terhadap penyembuhan epilepsi. Bahkan tindakan ini bisa berbahaya jika dilakukan saat kejang sedang aktif.

"Bukan sisir yang menghentikan kejang, tapi pengetahuan yang menyisir kebodohan dari pikiran kita."


Fakta Medis Tentang Epilepsi dan Pertolongan Pertama

Epilepsi adalah gangguan kronis pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan kejang berulang akibat aktivitas listrik yang tidak normal di otak. Penanganan pertama yang benar saat kejang adalah:

  • Jauhkan benda tajam atau keras dari sekitar pasien.

  • Miringkan tubuh pasien agar air liur atau muntah tidak masuk ke paru-paru.

  • Lindungi kepala dengan benda lembut.

  • Jangan memasukkan apa pun ke mulut pasien.

  • Pantau durasi kejang. Bila berlangsung lebih dari 5 menit, segera cari pertolongan medis.

Menyisir rambut, menyentuh tubuh berulang kali, atau ritual lain tidak termasuk dalam protokol pertolongan pertama dan bisa menambah risiko cedera.


Kenapa Mitos Ini Masih Ada?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mitos tentang epilepsi tetap bertahan di masyarakat:

  1. Minimnya akses informasi medis di daerah terpencil atau pedalaman.

  2. Kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan tradisional, termasuk peran dukun atau tokoh adat.

  3. Rasa takut dan ketidaktahuan menghadapi gejala kejang yang tampak dramatis dan menakutkan.

  4. Stigma sosial yang menyebabkan keluarga enggan membawa penderita ke fasilitas kesehatan.

  5. Diskriminasi terhadap pernikahan, karena keyakinan keliru bahwa epilepsi adalah penyakit turunan atau tidak layak untuk membina rumah tangga.


Edukasi yang Perlu Ditekankan

Untuk menghapus mitos dan stigma, masyarakat perlu diedukasi bahwa:

  • Epilepsi adalah penyakit medis yang bisa dikelola.

  • Menyisir rambut tidak akan menghentikan kejang dan bisa berbahaya jika dilakukan secara paksa.

  • Penderita epilepsi bisa hidup normal dengan pengobatan yang teratur.

  • Penderita epilepsi berhak menikah, berkeluarga, dan memiliki anak.

  • Dukungan keluarga dan lingkungan sosial sangat penting dalam pemulihan dan kualitas hidup penderita.

Edukasi bisa dilakukan melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan, melibatkan tokoh adat dan agama, serta menggunakan bahasa lokal agar lebih mudah diterima masyarakat.


Kesimpulan

Epilepsi bukanlah kutukan, bukan pula penyakit menular. Kejang yang muncul adalah akibat gangguan aktivitas listrik di otak, dan tidak ada hubungannya dengan roh halus, angin jahat, atau hal mistis lainnya. Menyisir rambut saat kejang bukan solusi, melainkan mitos yang perlu diluruskan. Demikian pula, keyakinan bahwa penderita epilepsi tidak boleh menikah harus dihapuskan dari masyarakat.

Sebagai masyarakat yang semakin cerdas, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menghapus stigma, memberikan edukasi yang benar, dan mendukung penderita epilepsi agar tidak merasa dikucilkan. Dengan pendekatan yang menghormati budaya lokal dan berbasis ilmu pengetahuan, kita bisa membantu menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan sehat di Maluku dan Ambon.

All rights Reserved © RSUD dr. M. Haulussy Ambon, 2024

Made with   by  RSUD dr. M. Haulussy Ambon