hero-header

RSUD dr. M. Haulussy Ambon

Software Engineering dan Transformasi Digital Rumah Sakit

Rumah Sakit di Era Digital

Rumah sakit tidak lagi sekadar bangunan fisik dengan dinding putih dan ruang rawat yang berderet rapi. Di era digital, rumah sakit adalah ekosistem yang hidup dari aliran data, informasi, dan teknologi. Di balik itu, ada sumber daya manusia (SDM) khusus yang bekerja dalam senyap: tenaga ahli rekayasa perangkat lunak (software engineer). Mereka adalah insinyur yang merancang dan memelihara perangkat lunak rumah sakit, mulai dari SIMRS, RME, hingga sistem pendukung klaim BPJS. Bedanya dengan sekadar 'programmer', mereka tidak hanya menulis kode, tetapi juga mendesain arsitektur sistem, menguji keamanan, dan memastikan perangkat lunak sesuai dengan standar mutu serta regulasi kesehatan. Transformasi digital bukan pilihan, melainkan keniscayaan. Bagi rumah sakit pemerintah daerah, termasuk RSUD dr. M. Haulussy Ambon, digitalisasi adalah jawaban atas tantangan zaman: keterbatasan sumber daya, tuntutan transparansi, akreditasi, hingga integrasi dengan program nasional seperti SATUSEHAT. Seperti kata pepatah modern, 'Teknologi bukan sekadar alat, melainkan jembatan menuju pelayanan yang lebih manusiawi.'

 

Software Engineering: Jantung Transformasi Digital

Secara sederhana, software engineering adalah seni dan ilmu dalam merancang, membangun, dan memelihara perangkat lunak. Dalam dunia rumah sakit, ia menjelma menjadi fondasi bagi SIMRS,   RME, aplikasi farmasi, laboratorium, radiologi, hingga dashboard manajemen. Tanpa software engineering, rumah sakit hanya akan berputar dengan tumpukan berkas kertas, birokrasi lambat, dan layanan yang rentan salah input. Dengan software engineering, semua proses itu berubah menjadi alur digital yang lebih cepat, efisien, dan akurat. Para software engineer ibarat arsitek tak terlihat: mereka tidak berhadapan langsung dengan pasien, tetapi setiap kode yang mereka tulis   dapat menentukan kelancaran pelayanan, bahkan keselamatan nyawa.

 

Membangun SIMRS yang Andal dan Adaptif

Salah satu karya utama software engineering di rumah sakit adalah SIMRS. Sistem ini menjadi tulang punggung administratif, finansial, dan bahkan klinis. Namun, membangun SIMRS bukan pekerjaan sekali jadi. Ia menuntut adaptivitas. SIMRS harus mampu menyediakan modul pendaftaran, rawat jalan, rawat inap, farmasi, radiologi, laboratorium, hingga keuangan. Selain itu,  sistem juga harus mengikuti regulasi pemerintah, seperti Permenkes No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis dan aturan BPJS terkait klaim INA-CBG. Di sini, software engineer menjadi 'penjaga gerbang' agar SIMRS selalu up-to-date, stabil, dan mampu menyesuaikan dengan perubahan kebijakan.

 

Rekam Medis Elektronik: Dari Kertas ke Cloud

Beralih dari rekam medis manual ke digital bukan perkara mudah. Banyak tenaga medis yang sudah nyaman dengan pena dan kertas. Namun, digitalisasi adalah keharusan. Software engineer berperan merancang RME yang bukan hanya legal, tetapi juga fungsional dan ramah pengguna.  Sebuah RME yang baik tidak boleh menambah beban dokter dan perawat. Justru sebaliknya, ia harus mempermudah dokumentasi, menampilkan data pasien secara cepat, dan mendukung clinical decision making. Lebih jauh, RME menjadi syarat integrasi dengan platform SATUSEHAT Kemenkes, bagian dari visi satu data kesehatan Indonesia.

Keamanan Data Pasien: Amanah yang Harus Dijaga

Di balik semua kecanggihan digital, ada satu aspek yang tidak boleh dilupakan: keamanan data pasien. Data medis adalah data pribadi yang sangat sensitif. Kebocoran data bukan sekadar risiko hukum, tetapi juga melukai kepercayaan publik. Software engineer memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan ini. Melalui enkripsi data, firewall, autentikasi ganda, hingga audit trail,  mereka memastikan setiap akses tercatat dan hanya pihak berwenang yang bisa membukanya. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menekankan perlindungan data pasien, serta Permenkes yang mengatur rekam medis elektronik.

 

Integrasi Sistem: Menyatukan Data, Menyatukan Layanan

Transformasi digital rumah sakit tidak bisa berjalan sendirian. Ada banyak sistem eksternal yang harus dihubungkan. Contoh nyata adalah bridging dengan BPJS Kesehatan melalui aplikasi VClaim, e-Klaim, dan antrean online. Integrasi ini memudahkan pasien dalam mendaftar, mempercepat proses verifikasi, dan memperlancar klaim rumah sakit. Selain itu, integrasi dengan P-Care (pelayanan primer BPJS) dan SATUSEHAT Kemenkes memungkinkan data pasien mengalir secara mulus antar level pelayanan kesehatan. Dampaknya besar: klaim tidak lagi tersendat, dispute bisa ditekan, dan manajemen rumah sakit dapat mengambil keputusan berbasis data real-time.

Inovasi ke Depan: AI, Big Data, dan Decision Support

Peran software engineering tidak berhenti pada SIMRS atau RME. Masa depan layanan kesehatan Indonesia adalah kecerdasan buatan (AI) dan analitik big data. Bayangkan sebuah sistem yang dapat memprediksi risiko pasien stroke berdasarkan data rekam medis, gaya hidup, dan riwayat obat. Atau sistem yang memberi peringatan dini terhadap potensi KLB (Kejadian Luar Biasa) berdasarkan pola kunjungan pasien di IGD. Semua itu hanya bisa diwujudkan dengan fondasi software engineering yang kokoh. Lebih jauh, Clinical Decision Support System (CDSS) bisa membantu dokter dalam mengambil keputusan terapi yang lebih tepat, cepat, dan berbasis bukti. Transformasi ini sejalan dengan visi kesehatan Indonesia 2030: layanan yang terintegrasi, berbasis data, dan berpusat pada pasien.

 

Kolaborasi: Tenaga Medis dan Software Engineer

Digitalisasi rumah sakit sering dianggap proyek IT. Padahal sejatinya, ia adalah proyek kolaborasi. Tenaga medis memahami kebutuhan klinis, sementara software engineer memahami logika sistem. Tanpa komunikasi yang baik, aplikasi yang dibangun bisa menjadi rumit, tidak terpakai, atau bahkan ditolak pengguna. Oleh karena itu, diperlukan forum rutin, workshop, atau uji coba bersama. Di sinilah terjadi dialog yang sehat: dokter menjelaskan alur klinis, dan software engineer menerjemahkannya ke dalam kode. Hasilnya, sistem yang lahir bukan hanya canggih, tetapi juga    berguna dan nyaman dipakai. ‘Digitalisasi bukan sekadar proyek IT, melainkan gerakan bersama seluruh rumah sakit.’

Penutup: Digitalisasi untuk Kemanusiaan

Peran software engineering dalam rumah sakit jauh melampaui sekadar menulis kode. Mereka adalah arsitek tak terlihat yang menopang bangunan digital kesehatan. Mereka memastikan SIMRS berjalan, RME aman, klaim BPJS lancar, dan data pasien terlindungi. Namun, pada akhirnya, tujuan dari semua itu bukanlah teknologi semata. Tujuan sesungguhnya adalah kemanusiaan: pelayanan yang lebih cepat, adil, transparan, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa. Maka benarlah bila dikatakan: ‘Di balik setiap baris kode, tersimpan harapan untuk menyelamatkan nyawa’.

 

Pustaka

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

  • Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.

  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.

  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1143/2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik.

  • BPJS Kesehatan. Peraturan Direksi BPJS Kesehatan tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Klaim INA-CBG.

  • Kementerian Kesehatan RI. SATUSEHAT Platform. (https://satusehat.kemkes.go.id).

All rights Reserved © RSUD dr. M. Haulussy Ambon, 2024

Made with   by  RSUD dr. M. Haulussy Ambon